Kartu Prakerja: Investasi Kompetensi atau Jaring Pengaman Sosial? Mengukur Efektivitasnya dalam Mengurangi Pengangguran di Indonesia
Pendahuluan
Tingkat pengangguran merupakan salah satu indikator krusial kesehatan ekonomi suatu negara. Di Indonesia, tantangan pengangguran, terutama di kalangan kaum muda dan lulusan baru, telah menjadi isu persisten yang diperparah oleh disrupsi teknologi, perubahan pasar kerja global, dan krisis seperti pandemi COVID-19. Menanggapi kompleksitas ini, pemerintah meluncurkan Kartu Prakerja pada April 2020. Program ini dirancang sebagai skema bantuan biaya pelatihan dan insentif bagi pencari kerja, pekerja yang terkena PHK, atau pekerja yang membutuhkan peningkatan keterampilan (upskilling dan reskilling). Namun, seiring berjalannya waktu, sifat hibrida program ini – sebagai investasi kompetensi dan sekaligus jaring pengaman sosial – memicu perdebatan dan menuntut evaluasi mendalam mengenai efektivitasnya dalam mencapai tujuan utamanya: mengurangi pengangguran.
Desain dan Tujuan Kebijakan Kartu Prakerja
Kartu Prakerja adalah program yang unik karena menggabungkan dua elemen kebijakan publik yang berbeda:
- Pengembangan Kompetensi: Memberikan akses pelatihan daring (online) dan luring (offline, jika kondisi memungkinkan) kepada peserta untuk meningkatkan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja.
- Bantuan Sosial Sementara: Memberikan insentif pasca-pelatihan dan survei yang berfungsi sebagai jaring pengaman sosial, terutama relevan saat pandemi melanda.
Target Peserta:
- Pencari kerja.
- Pekerja/buruh yang terkena PHK.
- Pekerja/buruh yang membutuhkan peningkatan kompetensi, termasuk pelaku usaha mikro dan kecil.
Mekanisme Pelaksanaan:
Program ini diimplementasikan secara digital melalui platform resmi Kartu Prakerja. Peserta mendaftar, mengikuti seleksi gelombang, memilih lembaga pelatihan mitra, menyelesaikan pelatihan, dan kemudian menerima insentif. Model digital ini memungkinkan jangkauan yang luas dan adaptasi cepat, terutama selama pembatasan mobilitas.
Tujuan Utama Program:
- Meningkatkan kompetensi dan produktivitas angkatan kerja.
- Mengurangi angka pengangguran melalui peningkatan daya saing di pasar kerja.
- Mendorong kewirausahaan.
- Menyediakan insentif sebagai dukungan ekonomi sementara.
Dampak dan Pencapaian Awal
Sejak diluncurkan, Kartu Prakerja telah menjangkau jutaan peserta di seluruh Indonesia, menjadikannya salah satu program pelatihan dan bantuan sosial berskala besar. Beberapa capaian dan dampak positif yang teridentifikasi meliputi:
- Akses Pelatihan yang Luas: Program ini berhasil membuka akses pelatihan bagi masyarakat yang sebelumnya sulit menjangkau kursus-kursus berbayar. Model daring memungkinkan fleksibilitas bagi peserta di berbagai wilayah.
- Peningkatan Kepercayaan Diri dan Keterampilan: Survei pasca-pelatihan sering menunjukkan adanya peningkatan kepercayaan diri peserta dalam mencari pekerjaan atau memulai usaha, serta klaim peningkatan keterampilan yang didapat dari pelatihan.
- Dukungan Ekonomi Saat Pandemi: Insentif yang diberikan terbukti sangat membantu masyarakat yang kehilangan pekerjaan atau pendapatan selama pandemi COVID-19, berfungsi sebagai stimulus ekonomi mikro.
- Mendorong Inklusi Digital: Proses pendaftaran dan pelatihan yang sepenuhnya digital secara tidak langsung mendorong literasi digital di kalangan peserta, yang merupakan keterampilan penting di era saat ini.
- Potensi Kewirausahaan: Beberapa peserta dilaporkan berhasil memulai usaha kecil atau mikro setelah mengikuti pelatihan kewirausahaan.
Tantangan dan Kritik dalam Mengurangi Pengangguran
Meskipun memiliki capaian positif, evaluasi terhadap Kartu Prakerja juga mengungkap sejumlah tantangan dan kritik, khususnya terkait efektivitasnya dalam mengurangi pengangguran secara langsung dan signifikan:
-
Relevansi dan Kualitas Pelatihan:
- Variasi Kualitas: Kualitas pelatihan antar lembaga mitra sangat bervariasi. Beberapa pelatihan dianggap terlalu dasar, kurang mendalam, atau bahkan tidak relevan dengan kebutuhan pasar kerja yang spesifik.
- Fokus pada Sertifikasi, Bukan Kompetensi: Kritik sering menyoroti bahwa fokus lebih pada penyelesaian pelatihan untuk mendapatkan sertifikat dan insentif, bukan pada penguasaan kompetensi yang sesungguhnya dan aplikatif.
- Kurangnya Kurikulum Mendalam: Durasi pelatihan yang relatif singkat (rata-rata 2-3 hari) seringkali tidak cukup untuk membangun keterampilan yang kompleks dan siap pakai untuk posisi pekerjaan tertentu.
-
Keterkaitan dengan Penyerapan Tenaga Kerja:
- Jalur ke Pekerjaan Formal yang Kurang Jelas: Meskipun ada peningkatan kompetensi, korelasi langsung antara partisipasi Prakerja dengan penyerapan di sektor formal masih belum kuat secara agregat. Banyak peserta yang melaporkan belum mendapatkan pekerjaan baru atau peningkatan karir yang signifikan setelah pelatihan.
- Tidak Adanya Mekanisme Penyaluran Pekerjaan Terintegrasi: Program ini belum memiliki sistem penyaluran kerja yang kuat dan terintegrasi dengan industri atau perusahaan, sehingga peserta harus mencari pekerjaan sendiri.
- Skill-Job Mismatch: Pelatihan yang diberikan mungkin tidak selalu sesuai dengan permintaan riil di pasar kerja lokal, menyebabkan kesenjangan antara keterampilan yang diperoleh dan lowongan yang tersedia.
-
Isu Aksesibilitas dan Inklusi:
- Kesenjangan Digital: Meskipun mendorong literasi digital, aksesibilitas program masih terkendala bagi masyarakat di daerah terpencil atau yang memiliki keterbatasan akses internet dan perangkat.
- Keterbatasan untuk Kelompok Rentan: Kelompok masyarakat dengan literasi rendah atau disabilitas mungkin kesulitan mengakses dan menavigasi platform digital Prakerja tanpa bantuan.
-
Debat "Semi-Bansos":
- Sifat ganda program ini sering menjadi perdebatan. Sebagian berpendapat bahwa komponen insentif terlalu dominan dan menggeser fokus utama dari pelatihan, mengubahnya menjadi lebih mirip program bantuan sosial murni daripada investasi kompetensi. Hal ini memunculkan pertanyaan mengenai efisiensi alokasi anggaran jika tujuan utamanya adalah mengurangi pengangguran melalui peningkatan keterampilan.
-
Pengukuran Dampak Jangka Panjang:
- Evaluasi dampak program masih sering terbatas pada survei kepuasan dan perubahan perilaku jangka pendek. Diperlukan studi longitudinal yang lebih mendalam untuk mengukur dampak jangka panjang terhadap tingkat pengangguran, peningkatan pendapatan, dan keberlanjutan karir peserta.
Rekomendasi dan Arah Kebijakan ke Depan
Untuk memaksimalkan efektivitas Kartu Prakerja dalam mengurangi pengangguran, beberapa rekomendasi dapat dipertimbangkan:
-
Peningkatan Kualitas dan Relevansi Pelatihan:
- Kurasi Lebih Ketat: Menerapkan standar kurasi yang lebih ketat untuk lembaga dan materi pelatihan, memastikan relevansi dengan kebutuhan industri dan pasar kerja.
- Fokus pada Hard Skill dan Soft Skill: Menekankan pelatihan keterampilan teknis (hard skill) yang spesifik dan diminati, serta keterampilan non-teknis (soft skill) seperti komunikasi, kolaborasi, dan pemecahan masalah.
- Program Magang/On-the-Job Training: Memasukkan komponen magang atau praktik kerja langsung ke dalam modul pelatihan untuk memberikan pengalaman kerja nyata.
-
Integrasi dengan Pasar Kerja:
- Sistem Penyaluran Kerja: Membangun platform atau kemitraan yang kuat dengan bursa kerja, perusahaan, dan asosiasi industri untuk memfasilitasi penempatan kerja bagi lulusan Prakerja.
- Data Pasar Kerja Real-time: Memanfaatkan data pasar kerja yang lebih akurat dan real-time untuk menyesuaikan jenis pelatihan yang ditawarkan.
-
Penguatan Aspek Monitoring dan Evaluasi:
- Studi Dampak Jangka Panjang: Melakukan evaluasi dampak jangka panjang yang komprehensif, tidak hanya berdasarkan survei peserta, tetapi juga melalui data penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan.
- Transparansi Data: Meningkatkan transparansi data terkait penyerapan lulusan Prakerja di pasar kerja.
-
Inklusi dan Aksesibilitas yang Lebih Baik:
- Pendampingan Digital: Menyediakan pendampingan atau fasilitas fisik di daerah-daerah yang minim akses internet untuk membantu pendaftaran dan pelaksanaan pelatihan.
- Modul Pelatihan Beragam: Mengembangkan modul pelatihan yang lebih adaptif untuk berbagai tingkat literasi dan kebutuhan khusus.
-
Refokus Tujuan:
- Memperjelas porsi dan prioritas antara "investasi kompetensi" dan "jaring pengaman sosial" agar alokasi sumber daya lebih tepat sasaran sesuai tujuan utama pengurangan pengangguran.
Kesimpulan
Kartu Prakerja adalah inisiatif kebijakan yang ambisius dan adaptif, yang telah berhasil menjangkau jutaan masyarakat Indonesia dengan akses pelatihan dan dukungan ekonomi di masa sulit. Sebagai jaring pengaman sosial, program ini menunjukkan efektivitasnya, terutama selama pandemi. Namun, dalam konteks utamanya sebagai instrumen pengurang pengangguran melalui peningkatan kompetensi, efektivitasnya masih memerlukan peningkatan signifikan.
Untuk bergerak maju, Kartu Prakerja harus berevolusi dari sekadar penyedia pelatihan dan insentif menjadi fasilitator kuat yang secara langsung menjembatani kesenjangan antara keterampilan angkatan kerja dan kebutuhan industri. Dengan perbaikan kualitas pelatihan, integrasi yang lebih erat dengan pasar kerja, serta kerangka evaluasi yang lebih ketat, Kartu Prakerja memiliki potensi besar untuk menjadi pilar utama dalam membangun angkatan kerja Indonesia yang kompeten, produktif, dan berdaya saing di masa depan, serta secara nyata berkontribusi pada penurunan angka pengangguran.